Sabtu, 08 September 2012 0 komentar

Kesenian Khas Garut


Surak Ibra
Boboyongan dengan nama lain Surak Ibra, diciptakan oleh Rd. Djadjadiwangsa putera Rd. Wangsa Muhammad (Pangeran Papak) pada tahun 1910 di Kampung Sindangsari Desa Cinunuk Kecamatan Wanaraja. Kesenian ini menggambarkan keinginan masyarakat untuk mempunyai pemerintah dan pemimpin sendiri, dengan semangat kebersamaan untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan antara pemerintah dan masyarakat.
Kesenian ini didukung oleh 40 sampai 100 orang pemain, dengan alat kesenian yang digunakan seperti kendang penca, angklung, dog-dog, kentongan dan lain-lain. Kesenian ini juga berupa sindiran/protes terhadap pemerintahan Belanda yang bertindak sewenang-wenang terhadap masyarakat pribumi.
   
Lais  
Kesenian ini merupakan sebuah kesenian pertunjukan akrobatik dalam seutas tali sepanjang 6 meter yang dibentangkan dan dikaitkan diantara dua buah bamboo dengan ketinggian 12 sampai 13 meter. 
Kesenian Lais di ambil dari nama seseorang yang sangat terampil memanjat pohon kelapa yang bernama ”Laisan” yang sehari-hari di panggil Pak Lais.
Lais ini sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda, tempatnya di Kampung Nangka Pait, Kec. Sukawening. Atraksi yang di tontonkan mula-mula pelais memanjat bambu lalu pindah ke tambang sambil menari-nari dan berputar di udara tanpa menggunakan sabuk pengaman dengan diiringi musik reog, kendang penca, dog-dog dan terompet.

Pencak Silat
Pencak Silat adalah olah raga seni beladiri, yang merupakan ciri khas kebudayaan etnis sunda. Dilihat dari unsur seni, pencak silat merupakan seni budaya yang sangat menarik untuk ditonton (SiIlat Ibing), permainan seni pencak silat ini biasanya diperagakan dengan diiringi musik gendang, terompet, dan lain sebagainya.
   


Hadro
Merupakan salah satu seni tradisional asal Garut yang tumbuh dan berkembang di Desa Bojong Kecamatan Bungbulang.
Lahirnya seni Hadro ini tidak terlepas dari syiar agama Islam, untuk pertama kalinya di perkenalkan oleh Kyai Haji Suradan dan Kyai Haji Ahmad Sayuti yang berasal dari Kampung Tanjung Singuru Kecamatan Samarang pada tahun 1917.
Kesenian Hadro merupakan gabungan dari lagu-lagu keagamaan (lagu shalawat) yang diikuti dengan gerakan jurus silat. Kesenian ini merupakan syiar islam dan belajar bela diri untuk melawan penjajah. Pakaian yang di gunakan adalah pangsi, iket (tutup kepala ) dan selendang merah, peralatannya bedug, terompet kompeng dan dog-dog.

Dodombaan
Awalnya terinspirasi oleh hewan domba yang merupakan kebanggaan dan ciri khas masyarakat Garut. Berangkat dari sanalah masyarakat Desa Panembong Kecamatan Bayongbong mengangkatnya ke dalam tarian yang dinamakan seni tari dodombaan yang merupakan seni laga domba. Antraksi ini biasanya diiringi pula oleh musik dan seni tari tradisional, sehingga secara keseluruhan menampilkan atraksi hiburan yang berbeda dan menarik.

Bangklung
Seni tari Bangklung merupakan perpaduan dari kesenian tradisional masyarakat Garut yang diantaranya adalah seni musik tarebang(rebana) dan kesenian Angklung Madud. Perpaduan kesenian ini menghasilkan kesenian baru yang sangat indah dan serasi kemudian diberi nama Bangklung pada tanggal 12 Desember 1968. Namun demikian, kesenian Tarebang dan Angklung Madud dapat dimainkan secara terpisah.
Jumlah pemain seluruhnya 27 orang, masing-masing membawa alat musik tarebang (rebana), angklung, beluk (vokal), terompet, keprak dan seorang badut. Lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu sunda dan shalawat.

Pencak Ular
Merupakan kesenian tradisional dari Kec. Samarang. Pencak silat ini tidak jauh berbeda dengan pencak silat yang ada, hanya selain mendemontrasikan jurus-jurus silat, pesilat itu membawa ular berbisa dalam atraksi. Kelebihan lain pesilat bisa menjinakan ular-ular itu bahkan kebal terhadap gigitannya.



Debus
Merupakian kesenian tradisional yang berasal dari Pameungpeuk . Kesenian ini di ciptakan oleh seorang penyebar agama islam yang dikenal dengan nama Ajengan (Ustad). Tujuannya untuk menarik masa dalam kepentingan menyebarkan agama, menggunakan tetabuhan dari batang pohon pinang dan kulit kambing. Selain melatih seni tetabuhan, pemain debus juga di ajarkan ilmu kemahiran jasmani dan rohani serta ilmu kekebalan, baik kebal terhadap benda-benda tajam maupun kebal terhadap pukulan.


Gesrek
Gesrek terdapat di kampung Kamojang Desa Pakenjeng Kecamatan Pamulihan. Kesenian tradisional ini disebut juga Seni Bubuang Diri (Mempertaruhkan Nyawa).
Atraksi yang dipertontonkan oleh pemain gesrek yaitu memainkan golok-golok yang tajam sambil mendemonstrasikan jurus silat, lalu golok itu di tusukkan ke perut, tangan dan lidahnya diiris-iris tanpa ada luka sedikitpun (tidak mempan).
Selain itu pemain dipukul oleh sebatang bambu dan bergulung-gulung atau berjalan di atas bara api. Pemain Gesrek terdiri dari 10 orang pemegang golok dan didukung oleh 4-7 orang yang bertugas menyediakan peralatan dan menjaga apabila ada orang yang mengganggu.

Cigawiran
Seni tradisional Cigawiran termasuk kelompok cabang seni Karawitan Sekar, bukan seni petunjukan .Seni tradisional ini hampir sama dengan Beluk, Cianjuran Sumedang dan Kawih (Karawitan Sekar).
Tembang Cigawiran lahir di Desa Cigawiran, Kecamatan Selaawi.



Badeng
Badeng suatu jenis kesenian tradisional dari Desa Sanding Kec. Malangbong. Kesenian ini di ciptakan pada tahun 1800 oleh penyebar Agama Islam bernama Arfaen atau lebih dikenal dengan nama Lurah Acok.
Badeng suatu jenis kesenian sebagai media untuk menyebarkan Agama Islam dengan cara membawakan lagu-lagu sunda buhun dan sholawatan. Badeng itu sendiri artinya bermusyawarah atau berunding, alatnya terdiri dari angklung kecil dan besar serta dog-dog lonjor.

Lainnya
Kabupaten Garut masih banyak lagi memiliki seni budaya tradisional peningggaln leluhur di berbagai tempat. Beberapa diantarnya adalah : Pantun Beton dari Pameungpeuk, Janjani, Gondang, Mapacat, Rampak Kohkol, Oyong, Nangkolong, Manasikan, Karimbing.

Sabtu, 01 September 2012 1 komentar

Babad Timbanganten

Simpang Lima-Tarogong
Babad Timbanganten awalnya merupakan naskah wawacan yang ditulis dengan huruf latin, koleksi perpustakaan Nasional Jakarta. Kisahnya diambil dari legenda yang pernah hidup dilingkungan masyarakat Garut. Kisah ini sempat pula disadur ke dalam naskah Gending Karesmen (Operet Sunda) oleh sastrawan Wahyu Wibisana, dan sempat dipentaskan secara kolosal di Garut pada tahun 1964 dengan judul "Ratu Inten Dewata".


Bumi Timbanganten, kini di kenal Tarogong
Babad ini mengisahkan Ratu Pasehan yang berkuasa di Timanganten. Karena tidak memiliki putra, kepada Prabu Siliwangi ia meminta penggantinya sebagai Raja Timbanganten. Namun Prabu Siliwangi malah mengirim Sunan Burung Baok, anaknya dari puteri jin yang buruk perangainya. Tentu saja kehadiran Sunan Burung Baok meresahkan rakyat Timbanganten.

Ratu Pasehan akhirnya menghukum Sunan Burung Baok. Timbulah kesalahpahaman antara Ratu Pasehan dan Prabu Siliwangi. Namun persoalan itu oleh Prabu Siliwangi diselesaikan dengan mengangat Raden Sunan Panggung, anaknya dari permaisuri yang bernama Maraja Inten Dewata. Inten Dewata sendiri adalah adikdari Ratu Pasehan.
 
;